Latest News

Kalau Mengeluh Terus, Kapan Maju?


Oleh: Muhammad Zaini
Dunia ini begitu kejam. Yap, itu betul. Hanya orang-orang yang mau berjuang saja lah yang akan mendapatkan segala yang dia inginkan. Dan tentu saja, keputusan dari Allah juga menjadi penentu hasil dari apa yang dia inginkan.
So, dalam kehidupan kita ini, betapa banyak beban yang senantiasa kita keluhkan. Kita benci ketika melakukannya. Kita tak senang ketika akan memulainya. Kita mencoba menjauhi tugas-tugas tersebut.
Kawan, coba kita lihat semut. Pernahkah dia mengeluh? Senantiasa berjabat tangan ketika bertemu, membawa beban yang beratnya berkali-kali lipat dirinya, senantiasa taat pada perintah sang ratu.
Sedangkan kita? Makanan tak enak sedikit saja kita sudah mengeluh. Kebanyakan garam sedikit saja, kita mengeluh.
Coba deh kita lihat kehidupan orang-orang yang berada di bawah kita. Orang-orang yang buat makan nanti siang saja tak pernah kepikiran. “Yang penting makan,” pikirnya. Mereka saja bisa makan sekali dalam sehari saja sudah bersyukur. Bisa makan sesuap nasi ditemani dengan sambal, tempe, dan sayur dikasih tetangga saja sudah bisa bersyukur.
Bisakah kita bersyukur ketika menerima kondisi seperti itu?
Mengapa kita senantiasa mengeluhkan kehidupan?
Apakah dengan banyak mengeluh, senantiasa tak bersyukur, kehidupan kita akan lebih baik?
Atau…
Malah makin sempit?
Tak bosankah kita mengeluhkan segala hal?
Mengeluhkan makanan…
Mengeluhkan pakaian…
Mengeluhkan boretan sedikit pada mobil kita…
Mengeluhkan siang hari yang panas sedikit daripada biasanya…
Mengeluhkan presiden yang nggak ganti-ganti…
Mengeluhkan novel Percy Jackson yang sudah nggak keluar lagi…
Mengeluhkan komika yang kurang lucu…
Tahu nggak, kawan, kalau sebenarnya orang yang kita keluhkan itu, atau peristiwa yang kita keluhkan itu, sebenarnya lebih baik daripada kita. Kenapa? Soalnya, mereka yang kita keluhkan itu (entah presiden, artis, komika, dan yang lainnya), mereka itu lebih baik karena mereka action, mereka melakukan sesuatu. Sedangkan kita? Kita hanya duduk, menonton, dan mengeluhkan penampilan mereka, dan kita tak berbuat apa-apa bagi siapapun; bagi kita, keluarga, lingkungan, dunia, dan kehidupan.
Jadi, mengapa kita tak memulai melakukan sesuatu yang bisa merubah keadaan kehidupan ini? Mengapa kita tak memulai membantu orang-orang yang kesusahan? Daripada kita mengeluhkan pejabat yang tak peduli dengan orang susah. Mengapa kita tak memulai meluruskan akhlak bangsa ini yang sudah ternodai oleh kebobrokan bangsa lain? Daripada kita terus saja berdebat mengenai LGBT yang tak ada ujungnya. Mengapa kita tidak memulai tersenyum pada dunia? Daripada kita terus saja mengeluhkan tetangga kita yang tak pernah tersenyum. Mengapa kita tak mulai mengantarkan makanan kepada tetangga kita? Daripada kita terus saja mengeluhkan makanan warung sebelah yang nggak pernah enak.
Mengapa kita tak berbuat baik?
Mengapa kita lebih memilih menghinakan diri kita daripada memuliakan diri kita?
Mengapa kita lebih memilih mengisi lisan kita dengan ungkapan-ungkapan kotor daripada penuh dengan zikir kepada Sang Penguasa?
Mengapa kita sangat mudah mengeluhkan kehidupan ini, daripada memperbaiki kehidupan ini?
Mengapa kita lebih mudah mencari keburukan bangsa ini, daripada menggali mutiara bangsa ini?
Mengapa?
Dan mengapa?
Kita tak berbuat mulai saat ini?
Muhammad Zaini adalah seorang mahasiswa Psikologi Universitas Mulawarman angkatan 2015. Hobinya adalah membaca. Bisa dihubungi di situs pribadinya, Muhammad Zaini .com

No comments:

Post a Comment

HIMAPSI Universitas Mulawarman Designed by Templateism.com Copyright © 2014

Theme images by Goldmund. Powered by Blogger.